Ga sengaja baca2 di saat senggang tentang masalah komunikasi untuk mempererat hubungan orang tua dan anak pada artikel di web ini.
Secara keseluruhan aku setuju dengan isi tulisan itu, dan berpikir apakah aku bisa secara tegas berprinsip pada agamaku dalam mendidik anak2-ku nanti (insya Allah) seperti Ibu Rini yang bercerita tentang pengalamannya -yang meskipun- hidup di negara Barat 'bebas merdeka' tetapi masih bisa menerapkan ajaran dan syariat agama islam secara konsisten. Aku berdoa mudah2an bisa punya kekuatan itu bersama suamiku nanti, karena entah kenapa jika mempunyai anak, aku ingin sekali mereka menjadi orang2 yang lebih baik dariku nanti. Orang yang tidak lagi melakukan kesalahan2/kebodohan2/kelalaian2 yang pernah di lakukan orang tuanya. Itulah harapanku, boleh kan punya angan2? :)
Doa untuk punya anak yang soleh dan soleha itu bukan basa basi loh, karena jika punya anak yg soleh dan solehah, insya Allah udah satu paket dengan akhlak yang baik, pintar, rajin, ramah, sopan, santun, dan semua yang bagus2.. hehe.. sempurna amat kepinginnya :p.
Nah sebaliknya, aku sedikit geleng2 kepala dengan suatu kenyataan bahwa sudah banyak orang yang dengan dalih punya pikiran yang 'terbuka' terhadap hal2 yang menyangkut kebebasan seseorang (atau belakangan bahasa kerennya itu adalah HAM), yaitu misalnya bisa kita baca pada artikel ini.
Yah memang, jika memang sudah menyangkut HAM apalagi jika seseorang itu sudah dewasa dan bisa membuat keputusan sendiri, kita tidak bisa lagi bicara apa2, bahkan orang tuanya sendiri. Orang tua yang melahirkan, membesarkan dan merawatnya sampai demikian rupa tidak lagi punya hak untuk mengatur anaknya dalam memilih jalan hidupnya. Aku sedikit sedih dengan kenyataan seperti itu, dan aku takut jika nanti punya anak, di saat mereka sudah besar2, tiba2 tidak lagi mendengarkan nasehat yang baik2 dariku, sudah merasa sok tau sendiri, merasa benar sendiri, padahal mereka sedang melakukan suatu hal yg salah.. Ya mungkin bagaimana anak saat sudah besarnya itu adalah bentuk dari ajaran orang tuanya sendiri, atau bisa jadi dari lingkungan dimana dia di besarkan (spt dalam artikel tersebut, dgn dalih hidup di Belanda maka harus menyesuaikan keadaan disana yg menganggap 'hidup bersama itu' sudah biasa). Nah masalahnya, tidak semua seperti itu, anak yang sudah di besarkan dalam lingkungan agama yang taat pun, jika sudah dewasa dan hidup di lingkungan yang lebih luas, si anak bisa jadi punya persepsi sendiri terhadap nilai2 kehidupan, entah dia mau memilih jalan hidup dengan prinsip syariat agama yang diajarkan orang tuanya, atau menjadi anak dengan pikiran liberal yang tidak mau di atur dari konteks2 agama apapun. Hal inilah yang sudah terjadi pada jaman yang mudah sekali mendapatkan informasi2.
Aku pikir tadinya aku adalah orang yang berada di wilayah abu2, yaitu seseorang yg tidak terlalu agamis tp jg tidak liberal. Namun secara tidak sadar, aku yang juga seorang anak, yang dari kecil sudah disuruh masuk TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) dan dimasukan ke sekolah SD Islam, saat sudah besar punya pilihan jalan hidup dan pola pikir sendiri, dan berpikir mau seperti apa aku? akhirnya aku belajar sendiri ttg hidup, entah dari pengalaman dan kesalahan2 yang pernah aku lakukan, disaat aku butuh penerangan dan ketentraman, Alhamdulillah yang aku dapatkan bahwa ajaran yang paling benar (Haq) adalah islam. Aku baca dan pelajari dgn seksama apa2 saja yg dilarang dalam agama islam dan apa2 saja yg wajib dalam islam, dan semua itu masuk dalam akal sehatku. Ya itulah gunanya akal sehat, yang bebas untuk berpikir dan memilih mana yang baik dan tidak. Meskipun aku kuliah di kampus Katolik dan berteman dgn orang2 yg beragam prinsip hidupnya, Alhamdulillah hal2 itu tdk mempengaruhi aku. Dan akhirnya aku terbentuk sebagai seseorang yang punya prinsip :).
Tapi terus terang, sebagai manusia biasa meskipun aku memilih islam sebagai pedoman hidupku, aku tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Dan mungkin sebagai istri masih banyak lagi kebiasaan2 buruk-ku yg harus aku ubah (biarlah hanya suamiku yg tau apa kebiasaan buruk-ku ini hehe). Yang penting kekurangan2 antara aku dan suami bukanlah suatu hal yg prinsipil, seperti yang lagi di heboh2kan orang saat ini masalah isi twitter Mario Teguh yang mengatakan "wanita perokok, suka dugem, pulang pagi, dll tdk pantas di rencanakan jd istri", aku setuju sekali itu, karena mo aku yg perempuan atau jd laki2 ya pasti ga mau nyari pasangan yg begitu, kecuali klo aku jg seperti itu. Atau jg misalnya antara aku dan suami yg tdnya ga begitu tiba2 jadi seperti itu, aku yakin pasti akan jadi suatu prahara dalam rumah tangga karena hal itu sudah menyangkut masalah prinsip.
Yah anw, semoga kita di jauhi dari kemaksiatan, di jauhi dari orang2 yg berbuat maksiat, di jauhi dari tempat2 maksiat dan apapun itu yang berbau maksiat.. biar hidup kita jadi lebih tenang dan damai sejahtera.
(hehe nyambung ga sih dari pembicaraan awal? selalu gitu deh klo dah nulis :p)
Secara keseluruhan aku setuju dengan isi tulisan itu, dan berpikir apakah aku bisa secara tegas berprinsip pada agamaku dalam mendidik anak2-ku nanti (insya Allah) seperti Ibu Rini yang bercerita tentang pengalamannya -yang meskipun- hidup di negara Barat 'bebas merdeka' tetapi masih bisa menerapkan ajaran dan syariat agama islam secara konsisten. Aku berdoa mudah2an bisa punya kekuatan itu bersama suamiku nanti, karena entah kenapa jika mempunyai anak, aku ingin sekali mereka menjadi orang2 yang lebih baik dariku nanti. Orang yang tidak lagi melakukan kesalahan2/kebodohan2/kelalaian2 yang pernah di lakukan orang tuanya. Itulah harapanku, boleh kan punya angan2? :)
Doa untuk punya anak yang soleh dan soleha itu bukan basa basi loh, karena jika punya anak yg soleh dan solehah, insya Allah udah satu paket dengan akhlak yang baik, pintar, rajin, ramah, sopan, santun, dan semua yang bagus2.. hehe.. sempurna amat kepinginnya :p.
Nah sebaliknya, aku sedikit geleng2 kepala dengan suatu kenyataan bahwa sudah banyak orang yang dengan dalih punya pikiran yang 'terbuka' terhadap hal2 yang menyangkut kebebasan seseorang (atau belakangan bahasa kerennya itu adalah HAM), yaitu misalnya bisa kita baca pada artikel ini.
Yah memang, jika memang sudah menyangkut HAM apalagi jika seseorang itu sudah dewasa dan bisa membuat keputusan sendiri, kita tidak bisa lagi bicara apa2, bahkan orang tuanya sendiri. Orang tua yang melahirkan, membesarkan dan merawatnya sampai demikian rupa tidak lagi punya hak untuk mengatur anaknya dalam memilih jalan hidupnya. Aku sedikit sedih dengan kenyataan seperti itu, dan aku takut jika nanti punya anak, di saat mereka sudah besar2, tiba2 tidak lagi mendengarkan nasehat yang baik2 dariku, sudah merasa sok tau sendiri, merasa benar sendiri, padahal mereka sedang melakukan suatu hal yg salah.. Ya mungkin bagaimana anak saat sudah besarnya itu adalah bentuk dari ajaran orang tuanya sendiri, atau bisa jadi dari lingkungan dimana dia di besarkan (spt dalam artikel tersebut, dgn dalih hidup di Belanda maka harus menyesuaikan keadaan disana yg menganggap 'hidup bersama itu' sudah biasa). Nah masalahnya, tidak semua seperti itu, anak yang sudah di besarkan dalam lingkungan agama yang taat pun, jika sudah dewasa dan hidup di lingkungan yang lebih luas, si anak bisa jadi punya persepsi sendiri terhadap nilai2 kehidupan, entah dia mau memilih jalan hidup dengan prinsip syariat agama yang diajarkan orang tuanya, atau menjadi anak dengan pikiran liberal yang tidak mau di atur dari konteks2 agama apapun. Hal inilah yang sudah terjadi pada jaman yang mudah sekali mendapatkan informasi2.
Aku pikir tadinya aku adalah orang yang berada di wilayah abu2, yaitu seseorang yg tidak terlalu agamis tp jg tidak liberal. Namun secara tidak sadar, aku yang juga seorang anak, yang dari kecil sudah disuruh masuk TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) dan dimasukan ke sekolah SD Islam, saat sudah besar punya pilihan jalan hidup dan pola pikir sendiri, dan berpikir mau seperti apa aku? akhirnya aku belajar sendiri ttg hidup, entah dari pengalaman dan kesalahan2 yang pernah aku lakukan, disaat aku butuh penerangan dan ketentraman, Alhamdulillah yang aku dapatkan bahwa ajaran yang paling benar (Haq) adalah islam. Aku baca dan pelajari dgn seksama apa2 saja yg dilarang dalam agama islam dan apa2 saja yg wajib dalam islam, dan semua itu masuk dalam akal sehatku. Ya itulah gunanya akal sehat, yang bebas untuk berpikir dan memilih mana yang baik dan tidak. Meskipun aku kuliah di kampus Katolik dan berteman dgn orang2 yg beragam prinsip hidupnya, Alhamdulillah hal2 itu tdk mempengaruhi aku. Dan akhirnya aku terbentuk sebagai seseorang yang punya prinsip :).
Tapi terus terang, sebagai manusia biasa meskipun aku memilih islam sebagai pedoman hidupku, aku tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Dan mungkin sebagai istri masih banyak lagi kebiasaan2 buruk-ku yg harus aku ubah (biarlah hanya suamiku yg tau apa kebiasaan buruk-ku ini hehe). Yang penting kekurangan2 antara aku dan suami bukanlah suatu hal yg prinsipil, seperti yang lagi di heboh2kan orang saat ini masalah isi twitter Mario Teguh yang mengatakan "wanita perokok, suka dugem, pulang pagi, dll tdk pantas di rencanakan jd istri", aku setuju sekali itu, karena mo aku yg perempuan atau jd laki2 ya pasti ga mau nyari pasangan yg begitu, kecuali klo aku jg seperti itu. Atau jg misalnya antara aku dan suami yg tdnya ga begitu tiba2 jadi seperti itu, aku yakin pasti akan jadi suatu prahara dalam rumah tangga karena hal itu sudah menyangkut masalah prinsip.
Yah anw, semoga kita di jauhi dari kemaksiatan, di jauhi dari orang2 yg berbuat maksiat, di jauhi dari tempat2 maksiat dan apapun itu yang berbau maksiat.. biar hidup kita jadi lebih tenang dan damai sejahtera.
(hehe nyambung ga sih dari pembicaraan awal? selalu gitu deh klo dah nulis :p)